Selamat Membaca. . .
Semoga Bermanfaat ^____^

Minggu, 04 Maret 2012

MAGNET CINTA DARI ACEH

Oleh: Elvia Malbeni



“Ayah. . .ibu aku berangkat ya” itu kata terakhir yang ku ucapkan sebelum aku beranjak meninggalkan kampung halamanku yang jauh di pedalaman sulawesi dan menuju kota semambi mekkah untuk menggapai cita dan cinta ku.
Setelah 5 hari aku dalam perjalanan aku menginjakan kakiku ketanah rencong yang selama ini aku dambakan. Berbagai perasaan berkecamuk didada ku. Perasaan senang, cemas, sekaligus bimbang. Aku benar-benar tak tahu apa yang akan aku hadapi nantinya.

***
Masih teringat jelas ketika ibu menentang keinginanku untuk melanjutkan studiku ke tanah seribu raja ini.
“ nak. . .pikir-pikirlah dulu. . .disana lagi konflik. Ibu ndk mau kamu kenapa-kenapa!! “ kata ibuku cemas.
Ku lihat ayah hanya diam seakan bingung untuk memutuskan. Tapi tekadku untuk melanjutkan studi dan menuntuk ilmu agama tak bisa ditawar lagi. Seakan sudah jadi harga mati...ti...ti....
Titik
***
Ku langkahkan kakiku dinegeri yang sebelumnya hanya kuketahui lewat peta indonesia. Ahhh...Aceh...negeri yang beberapa puluh tahun silam juga terkenal akbiat semangatnya dalam melawan penjajahan belanda. Ada tokoh wanita perkasa yang kerap diperbincagkan sebagai sosok wanita teladan, Cut nyak dien. Ada juga Teuku Umat dan Teuku Cit Di Tiro. Berjuang tanpa kenal lelah. Berjuang untuk rakyat aceh sampai maut diujung tenggorokan. Betapa inginnya Aku menjadi lelaki segagah beliau. Hmmm bukan berarti di tanah kelahiranku juga tak ada pahlawan.
Pahlawan yang selalu nongol diuang seribu itulah jagoan tanah kelahiranku. Pangeran Patimurra. Namun negeri ini bak memiliki magnet yang mampu menarik hatiku sampai ke pembuluh-pembuluh nadi terkecil ku.
Berbekal semangat yang tak terkalahkan aku memasuki negeri ini. Sesampai di terminal aku sibuk mematut-matut diri. Aku memperhatikan pakaianku serta semua barang bawaanku. Celana ku yang bolong-bolong telah kujahit kemarin. Yah itulah aku...memakai celana jeans yang sudah 5 tahun setia menemani setiap kegiatanku. Dengan angkutan umum yang biasa disebut labi-labi aku menuju sebuah wisma murah yang kebetulan aku ketahui dari salah seorang penumpang yang duduk disampingku.
Aku masuk kekamar sempit berukuran 2,5 x 2 m itu dan langsung merebahkan badanku. Letih dan remuk semua sendi-sendiku mengingat kembali perjalanan panjang yang telah ku tempuh. Kembali aku menerawang apa yang sedang dilakukan ayah dan ibuku di pedalaman sana? Apakah aku sanggup bertahan disini? Dinegeri yang sama sekali tidak ku ketahui.
Tiba-tiba adzan berkumandang membuyarkan lamunan ku. Buru-buru ku hilangkan semua kegundahan yang merasuki dada. . . .
Aku mengambil wudhu dan shalat isya. Ku panjatkan do’a-do’aku pada-Nya dan berharap Dia selalu melindungi keluargaku disana. Tak lupa pula aku berdo’a agar aku dijadikan lelaki yang tegar dan tangguh dalam menghadapi problematika hidup ini serta menanggung semua konsekuensi ats pilihan hidupku. Aku mau segigih dan setangguh teuku umar yang tak kalah oleh kompeni belanda. Yang memerangi kejahatan dan kebatilan. Aku mau segagah patimura yang walau seorang pangeran tetap turun kemedan perang.
Kenapa kita baru jadi anak pejabat saja sudah sombong selangit. Ckckck benar-benar tak habis pikir.
Dengan alasan-alasan itulah aku memeilih terdampar disini.
Diluar sayup-sayup aku mendengar teriakan semangat beberapa laki-laki yang sibuk menonton bola. Menonton bola ditemani secangkir kopi hangat. Teriakan semangat mereka lebih keras dan menggema ketika jagoan yang mereka idolakan membawa kemenangan. Lalu aku membayangkan “mungkin teriakan para pejuang aceh zaman dulu lebih kuat dari teriakan tadi. Subhanallah pemuda aceh benar-benar menabjubkan” pikirku
Dari teriakan-teriakan bayangan yang ada dikepalaku membuat aku semakin mencintai tanah rencong ini dan semakin semangat untuk menjadi bagian darinya.
Aku membayangkan besok pagi aku akan menemukan keajaiban-keajaiban lainnya. Sampai tanpa sadar aku terlelap dalam khayalan akan aceh keesokan harinya.

Suara adzan subuh membangunkanku. Walau dingin menusuk tulang namun ku paksaakan untuk bangkit dan berwudhu. Buru-buru ku kenakan sarung usang yang sempat diselipkan ibuku sebelum aku berangkat. Tergopoh-gopoh aku menuju mesjid disamping wisma. Aku sungguh tak ingin ketinggalan shalat berjama’ah.
Sesampai di mesjid aku kaget tak terkira. Berharap saff memenuhi mesjidnya. Tapi ternyata hanya satu...dua...tiga....TIGA ORANG SAJA itupun diisi oleh aki-akinya.
Tak urung hati bertanya. Kemana pemuda yang semalam?. Kemana pemuda yang bersemangat?. Kemana pemuda yang semangat juangnya menggoncangkan negeri belanda.
Sepulang dari mesjid aku sungguh terpana melihat para pemudanya yang masih tertidur lelap disamping tumpahan kupinya. Berlahan aku terlena...apa ini yang ku kejar sampai aku harus menyeberangi lautan demi menjadi pemuda yang berguna. Pemuda setangguh para pejuang.
***
Aku masih berprasangka baik. Mungkin hanya sebgaian yang begitu. Dengan sejuta harapan didada akhirnya aku menuju kampus Syiah Kuala. Menyelesaikan semua urusan akademik serta beberapa hal lainnya. Hampir sehari aku mondar-mandir mengurus semuanya. Sampai aku dinyatakan sebagai mahasiswa resmi Universitas Syiah Kuala. Sungguh hatiku senang tak terkira.
Berhari-hari aku di sini. Aku sudah menumukan kos-kosan murah meriah. Walau hanya di batasi papan dan triplek namun aku sungguh bahagia.
Berbulan-bulan aku mengabaikan kejadian-kejadian yang terjadi disekitarku yang rasanya memudarkan wajah-wajah teuku umar dibenakku. Seorang pejuang tanggguh sibuk di warung kupi? Seorang pemuda tangguh menghabiskan waktunya di warnet?
Kembali aku menelusuri jejak cinta yang ada di hatiku. Berharap disana masih kutemuka secercah harapan dan cinta yang membuat aku masih tetap bertahan.

Catatan untuk pemuda-pemuda aceh yang tangguh
Ingat kompeni-kompeni belanda pernah betekuk lutut dihadapanmu
Apakah kamu akan bertekuk lutut dan mengaahbiskan waktumu di warung kupi atau warnet??
Jangan kau nodai wajah serambi mekah ini
Yang selama ini kupandang dengan cinta yang membara
Jangan sia-siakan magnet cinta. . .yang ada di tanah ini
Yang mampu menarik siapa saja ke dalamnya



Banda Aceh, 4 Maret 2012
Jam 20.39

Cerita Ini hanya Fiksi